seperti apa masa depan yang aku impikan? - #Refleksi2Dekade
~
seperti apa masa depan yang aku impikan? – #Refleksi2Dekade
Bagian kelima #RefleksiDuaDekade
Bagian Pertama #RefleksiDuaDekade : Prolog #RefleksiDuaDekade
Bagian Kedua #RefleksiDuaDekade : Perdana #RefleksiDuaDekade
Bagian Ketiga #RefleksiDuaDekade : Momentum #RefleksiDuaDekade
Bagian Keempat #RefleksiDuaDekade : Pilihan #RefleksiDuaDekade
~
Semasa kecil, aku pernah bermimpi untuk menjadi seorang tentara.
Alasannya
sederhana. Karena saat itu, enggak ada pekerjaan lain yang aku ketahui selain
polisi, tentara, dan guru. Setiap kali aku dan teman-teman kelasku ditanya oleh
guru mengenai cita-cita kami, dengan mantap kami mengacungkan tangan,
menyampaikan mimpi-mimpi kami tanpa ada sedikitpun keraguan.
---
Hingga
suatu waktu, kenyataan menamparku akan mimpi-mimpi polos itu. Menyadarkanku
bahwa setiap insan memiliki impian yang harus mereka perjuangkan.
Adalah
Tapak Jejak dan Arah Langkah, buku karya Fiersa Besari yang menyadarkanku
sepenuhnya akan impian-impian yang hendaknya kuperjuangkan itu. Bak sebuah
kompas yang kutemukan di tengah labirin kehidupan, buku-buku itu memanduku
untuk memperjuangkan mimpi yang baru kutemukan sesaat setelah membaca habis
kedua buku itu.
Buku itu seolah menamparku dan mengatakan bahwa,
”Hidupmu itu enggak gitu gitu aja. Bangun pagi dan berangkat kantor pukul 7 pagi hingga 5 sore, lalu menghabiskan sisa hari itu dengan tidur lelap berselimuti kain katun yang biasa kamu pakai itu. Hidupmu juga enggak hanya sebatas di pulau yang kamu pijaki saja. Ada banyak tempat lain yang harus kamu kunjungi di sisa waktumu yang tak lama lagi itu. Temui dan pelajari bagaimana saudaramu menjalani hidupnya di tempat lain, yang meski hidup dengan segala keterbatasan, tetap bahagia dan bahkan bisa saja tingkat kebahagiannya jauh lebih tinggi daripada tingkat kebahagiaanmu yang hidup serba terfasilitasi itu. Pada akhirnya, aku hanya ingin mengatakan bahwa hidupmu enggak sebatas apa yang ada dalam persepsimu saja. People Make Places. Semakin banyak orang yang kamu temui, maka semakin luas pula wawasanmu tentang bumi yang menjadi tempat tinggalmu itu.”
"Berkeliling
Indonesia: meneliti alam dan mengamati sosial untuk mencari titik temu antara
keduanya."
Akhirnya menjadi mimpi yang baru saja kutentukan setelah pengelanaan selama 19 tahun lamanya.
Idealis?
Jelas. Realistis? Iya juga. Idealis karena sekarang aja mikir kayak gitu. Belum
terbentur sama realitanya saja. Realistis juga bisa karena nyatanya tak lama
lagi pekerjaan yang sedang aku jalani menuntutku untuk merealisasikan impian
itu – melakukan perjalanan ke berbagai destinasi hingga pelosok negeri.
Seketika
pikiran berkecamuk, karena bagaimanapun, bermimpi tentang masa depan berarti
berbicara tentang hal yang penuh dengan ketidakpastian. Bermimpi tentang masa
depan berarti juga bertaruh dalam hal pengambilan keputusan. Karena
bagaimanapun, segala hal yang terjadi di masa depan merupakan konsekuensi logis
dari akumulasi/rangkaian keputusan yang diambil di masa lalu. Sekali saja salah
mengambil keputusan, maka tunggu saja kehancurannya.
Rasanya
ingin menghentikan waktu saja, kembali ke masa kecil yang bebas dan lepas
bermimpi tentang apa saja tanpa didoktrin dengan segala dogma nan penuh dengan
keterbatasan. Saling bertukar dan mengoleksi halaman binder teman kita mengenai
data diri beserta segala tetek-bengek impian yang mereka hendak perjuangkan.
Rasanya
ingin menghentikan waktu saja, menikmati masa sekolah dan perkuliahan, yang
meski memaksaku untuk berpikir, tapi setidaknya tidak berpikir sebesar dan
tanggungjawab seberat ini.
Rasanya
ingin menghentikan waktu saja, berkumpul kembali dengan sanak saudara dan
dipersatukan dengan hingar-bingar suara petasan – yang konon bermain petasan
berarti membakar uang. Padahal dengan bermain petasan, bukankah kita juga turut
menggerakkan roda perekonomian?
Pada
akhirnya, dilema-dilema datang menghampiri silih berganti kian memojokkanku di
ruang keputusasaan.
Jadi
sebenarnya, seperti apa masa depan yang aku impikan?
Tidak ada komentar: