APRIL - Jurnal


APRIL




Liat @indianasetya  post fiersa, duh jadi inget lagi :’)

“Karena lama waktu belum tentu memberi kesan terbaik.”


Belasan tahun lalu, Aku sama sekali tak mengenal dirimu. 
Walau dalam satu lingkungan yang sama, Aku bahkan seolah-olah tak pernah bertemu denganmu. 
Dan masih sama hingga beberapa tahun kemudian.
Aku memang bukan seorang pujangga yang mampu menulis 1001 dongeng dalam satu malam. 
Tapi teman, setiap guratan kisah yang kuukir ini, tak pernah sekalipun Aku berpikir agar surat ini sampai kepada tujuannya. Mungkin lebih mirip seperti surat tak bertuan.

April memang istimewa. Berdiri kokoh tepat di sepertiga tahun, April laksana prajurit kekar yang memberi motif tersendiri bagi siapapun yang meyakininya. 


Tahun pertama masih tetap sama, sama sekali tak mengenal, bahkan tak tahu sama sekali. Pernah ketemu pun enggak. Dan masih sama hingga beberapa tahun kemudian. Rasanya waktu itu sangat sempit. Sama halnya dunia. Bumi yang kita pijaki inipun, kalian seharusnya tahu bahwa kita adalah Alien itu sendiri! Tak perlu kita mengkhawatirkan eksistensi Alien. Karena kita singgah disinipun hanya sementara. Hanya terpisah oleh garis, yang kita (manusia) gambar. 

Beberapa tahun kemudian, diri ini masih menganggapnya sebagai seseorang– dalam artian belum beridentitas– yang entah mengapa bumi ini seolah-olah memberikan ruang untuk berbagi simbol-simbol antara diriku dengan dirinya. Perlahan, dirinya bermetamorfosa menjadi manusia – seseorang yang telah beridentitas atau telah diketahui identitasnya – dengan catatan, entah dirinya yang bermetaformosa dengan sendirinya, atau diri ini yang terlalu tabu untuk menganggapnya sebagai manusia.
Dan kini, dua dimensi memisahkan diriku dengannya. Adakah yang peduli bila waktu pertemuan seseorang telah berakhir? Adakah yang peduli bila jarak memisahkan dua insan? JIKA dua elemen tersebut telah bergabung menjadi sebuah kenangan yang padu. Bahkan Aku yakin, tak seseorang pun peduli dengan  keberadaan serpihan cahaya yang hilang diantara jutaan pelita bintang.
Ada penyesalan yang kini masih menggumpal. Aku masih seperti pecundang yang malu dan tak tahu cara berterimakasih. Atau mungkin, lebih kepada tak tahu bagaimana cara untuk menyampaikannya. Salahkan saja Aku yang masih menggunakan Model Komunikasi Aristoteles itu! Ditengah-tengah Berlo, Bovee, Laswell yang memiliki efek, saluran, dan media pada modelnya, pada kisah ini, dengan tabunya Aku masih saja menerapkan model Aristoteles yang bahkan tak punya efek dan ruang untuk berkomunikasi.

April, untuk kali ini sahaja, Aku tunggu kembali hadirmu. Biarkan diri ini kembali menganggap dirinya sebagai seseorang biasa. Karena mungkin, itulah yang terbaik. Kini, Aku tak lagi memiliki muka untuk bertemu dengannya. Ditambah, panjatan doa – yang pernah kubuat menjadi sebuah komitmen – sempat terputus untuk beberapa waktu. 

Di sela-sela waktu ujian ini, kucoba  rajut kembali doa yang pernah terputus.
Doakan, semoga selalu tercurahkan. 

1 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.